Sang Prabu dan Si Petani
Suatu hari, Prabu silihmantra dari kerajaan malingping pergi berburu. Beberapa menteri dan pengawal menemaninya. Sang prabu berada jauh di muka. Kecepatan kudanya yang besar dan elok tak dapat di tandingi oleh kuda-kuda lainnya hingga akhirnya ia jauh meninggalkan rombongannya.
Tiba-tiba kuda sang Prabu terperosok, sang prabu terbanting keras. Beruntung tak mengalami luka. Sang prabu dengan cepat bangkit, lalu di pacunya kudanya kembali, dan baru berhenti pada saat di depannya terbentang persawahan yang luas. Sang prabu memandang kagum hamparan padi yang menguning di depannya. Ia turun dari kuda. Dengan menuntun kuda, ia melangkah ke sebuah gubuk di tengah sawah. Seorang petani tampak duduk di balai bambu.
“sampurasun,” sang prabu memberi salam.
“rampes!” jawab si petani, yang tidak tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan penguasa negerinya.
“Boleh saya menumpang istirahat?”
“silahkan!”
“terima kasih!” sang prabu pun duduk di hadapan si petani.
Si petani kemudian menyuguhkan ubi rebus yang menjadi bekalnya. Di tuangkannya tuak ke dalam sebuah cangkir bambu.
Sang Prabu meminumnya. Ucap sang prabu kemudian, “apakah bapak tahu siapa saya ?”
Si petani menggeleng dengan sedikit heran.
“saya adalah seorang pelayan Prabu silihmantra,” kata sang prabu berbohong sambil menahan tawa.
“pelayan sang prabu merupaka raja dari seluruh pelayan,” kata si petani. Ia sangat gembira dan senang mendapat tamu seorang pelayan raja. Di tuangkannya kembali tuak ke dalam cangkir sang prabu.
Sang prabu segera meminumnya.
“tahukah bapak, siapa saya ?” tanya sang prabu lagi.
“tuan adalah pelayan sang prabu.”
“bukan,” sahut sang prabu.” saya adalah panglima kerajaan.”
Si petani menuang kembali tuak ke dalam cangkir sang prabu.
“tahukah bapak siapa saya?.” Tanya sang prabu lagi. Si petani semakin heran.
“baru saja tuan mengatakan kalau tuan adalah salah seorang panglima kerajaan,” jawab si petani.
“bukan. Saya adalah sang prabu”.
Mendengar ucapan itu, si petani cepat-cepat menjauhkan kendi tuaknya. “jika tuan meminum tuak sekali lagi, mungkin tuan akan berkata bahwa tuan adalah Dewa.”
Sang prabu tertwa. Ia terus asyik bercakap dengan si petani. Keduanya tampak akrab. Hingga tak berapa lama kemudian, para menteri dan pengawal yang mengawal sang prabu muncul. Mereka memberi hormat pada sang prabu.
Seorang menteri berkata “sang prabu, akhirnya kami dapat menemukan yang mulia. Kami sangat cemas.”
Mendengar ucapan itu, tubuh si petani tiba-tiba gemetar, ia takut sang prabu murka. Segera di jatuhkan dirinya di kaki sang prabu. Ucapannya penuh ketakutan, “yang mulia maafkan hamba yang telah berlaku kurang ajar ini, sungguh hamba tak tahu kalau tuan adalah sang prabu. Hamba harap yang mulia tidak marah.”
“Tentu saja tidak,” ujar sang prabu. “bapak orang baik, bapak begitu murah hati.bapak tidak perlu takut.”
Setelah itu sang prabu serta para menteri dan pengawalnya melanjutkan perjalanannya. Sebelum pergi, sang prabu memberi sekantong uang kepada si petani.
Share ke :
Penulisnya kok ngak ada kak
BalasHapus